Friday, October 1, 2010

Yang Menahan Kedurhakaan (2 Tesalonika 2:6-8)


 
            Kedurhakaan yang berarti sesuatu yang bertentangan dengan Allah[1], ternyata ada yang menahan atau mengendalikan. Paulus mengasumsikan jemaat di Tesalonika mengetahui hal ini, yaitu figur yang dimaksudkannya dengan ‘yang menahan kedurhakaan’ (2:5). Dan yang menjadi permasalahan adalah Paulus tidak menuliskan atau menjelaskan kembali tentang apa yang menahan kedurhakaan itu. Sehingga kita pada saat ini harus meraba-raba sendiri untuk mengetahui apa yang menahan itu. Banyak yang sudah berusaha untuk mengetahui tentang figur ini. Dari Agustinus sampai F.F. Bruce. Tetapi semuanya tetap mengakui bahwa mereka hanya menerka-nerka dengan pandangan yang subjektif karena tulisan Paulus yang sangat luas.[2]
Dalam bahasa Indonesia sehari-hari diterjemahkan sebagai: 6-Dan kalian tahu apa yang sekarang masih mencegah terjadinya semuanya itu. Nanti pada waktu yang sudah ditentukan oleh Allah, Manusia Jahat itu akan muncul. 7-Kekuatan yang mengerjakan kejahatan tiu sudah mulai bekerja secara rahasia, tetapi masih ditahan-tahan. Nanti kalau yang menahannya sudah disingkirkan, 8-barulah kelihatan Manusia Jahat itu.[3] Dengan kata lain, kata ‘menahan’ dapat juga berarti mencegah, mengurung, menghambat, atau menghalangi.[4] Oleh Paulus, penahan ini adalah suatu pribadi yang menggunakan kata sandang maskulin.
            Ada cukup banyak ragam pendapat tentang figur ‘yang menahan kedurhakaan’, ada 4 pendapat besar yang paling dekat dengan tulisan Paulus tentang hal ini, yaitu (1) Kekuasaan pemerintahan Romawi, (2) Penginjilan Paulus, (3) Roh Kudus Allah, (4) Rencana Allah.

1. Kekuasaan Pemerintah Allah
    Ada beberapa alasan tentang munculnya pendapat ini:[5]
v  Pada abad pertama, pemerintahan Romawi adalah pemerintahan yang adil, berhasil dan dapat menjadikan organisasi yang baik. Serta Kaisar Romawi mampu menahan kelompok-kelompok yang berperang.
v  Paulus sendiri telah mengalami bagaimana ia menjadi warga negara Romawi yang mendapat perlindungan (Kis 18:12-17), kehidupan Paulus pernah diselamatkan oleh para penguasa Romawi di Palestina (Kis 22-23), dan juga perlindungan dalam tugas penginjilannya.
v  Menurut Hendriksen, kata ‘it’ berarti empire (kerajaan/ pemerintah) dan kata ‘he’ berarti emperor (penguasa/ pemerintah).
Pengalaman dari pengalaman Paulus ini tampaknya memperkuat pendapat bahwa Allah memakai kekuasaan Romawi dengan kekuasaannya yang luas dalam menahan kekuatan durhaka dan jahat. Karena pemerintah merupakan alat di tangan Allah.[6] Namun, pendapat ini tidak juga kuat karena dalam perikop ini dengan jelas tidak dikatakan tentang pemberontakan terhadap pemerintahan, tetapi perlawanan terhadap Allah. Dan kata yang digunakan dalam menjelaskan tentang masa depan ini adalah sebuah simbol dan pengharapan, bukanlah kata sehari-hari.[7] Sesuatu yang tidak wajar jika perikop yang berbicara mengenai apokaliptis ini memberi referensi yang samar-samar tentang kekuatan politik. Dan menimbulkan kesan adanya mendewakan pemerintah.[8]

2. Penginjilan Paulus
Di dalam pendapat ini berarti pemberitaan Injil merupakan tanda dimulainya akhir dari zaman sekarang ini. Menurut Munck, yang menahan adalah pekebaran Injil, yaitu Paulus sendiri yang mempunyai tugas untuk mengabarkan Injil pada orang non-Yahudi. Calvin juga menekankan adanya pernyataan Paulus bahwa terang Injil harus tersebar ke seluruh bagian dunia…[9] Dengan kata lain, seluruh dunia harus diinjili sebelum kedatangan Kristus. Dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma juga dituliskan akan keyakinannya bahwa pernyataan Injil kepada orang kafir adalah rencana Allah dan penolakan Injil oleh orang Yahudi  bersifat sementara (Roma 11:13-32). Dan penginjilan terhadap orang non-Yahudi akan terselesaikan sebelum kedatangan Kristus kedua. Dalam pengeritan ini, pernyataan kabar baik dan pelaksanaannya dalam hidup orang beriman akan menjadi penahan kejahatan di dunia ini. Paulus akan menahan kedurhakaan melalui penginjilannya.[10]
            Hal ini tidak kuat karena berarti Paulus yang menahan kedatangan Kristus kedua, dan tidakkah dia tahu bahwa ia ada di tengah situasi eskatologis? Selain itu, jika memang Injil-lah yang menjadi figur penahan kedurhakaan itu mengapa harus dirahasiakan/ tidak dituliskan dan dijelaskan dalam suratnya.[11] Selain itu, di dalam konteks dari surat kepada jemaat di Tesalonika ini tidak membicarakan mengenai penginjilan.

3. Roh Kudus
            Di dalam kalangan Injili, banyak yang setuju dengan pendapat ini. Yaitu aktivitas Roh Kudus melawan pengaruh-pengaruh jahat. Dan kelak, Roh Kudus akan diangkat dari dunia ini sebelum pengangkatan jemaat (rapture: masa sengsara sebelum kedatangan Kristus kedua). Dan pada saat itulah kedurhakaan akan muncul dengan bebas.[12] Roh Kudus bekerja ditengah-tengah program Allah melalui jemaat untuk melaksanakan kehendak Allah. Warren W. Wiersbe mernggambarkan hal ini dengan pernyataan: apabila jemaat diangkat kelak, Roh Kudus tidak akan diambil dari dunia. Tetapi Ia akan diambil dari tengah-tengah dunia untuk membiarkan Iblis melakukan apa yang dikehendakinya, Ia tidak lagi menahan kekuatan Iblis seperti yang masih dilakukan sampai sekarang. Walaupun jemaat lemah dan rupanya sering mengalami kegagalan, namun keberadaan mereka sangat berarti di dalam dunia, yaitu untuk memberi kesempatan kepada orang-orang yang belum diselamatkan untuk diselamatkan.[13]
            Namun yang menjadi pertanyaan dengan adanya pendapat ini adalah apakah Roh Kudus meninggalkan dunia pada saat kedatangan-Nya? Mungkinkah tulisan Paulus pada perikop ini merupakan satu-satunya contoh penarikan kembali Roh Kudus? Dan mungkinkan Paulus yang memaksudkan penahanm itu adalah Roh Kudus menuliskannya dengan tidak jelas?

4. Rencana Allah
            Pendapat ini berbeda dengan yang lainnya. Dalam hal ini berarti Allah sendiri yang menunda (menahan) akan datangnya akhir zaman. Mengenai kedatangan Kristus merupakan hal yang tersembunyi sampai sekarang. Seperti yang dikatakan di dalam ayatnya yang ke-7, yaitu kata ‘rahasia’.[14] Dan mengenai kapan hal itu akan terjadi, manusia tidak mengetahuinya. Itu adalah kehendak, kedaulatan dan kekuasaan Allah dari tujuan yang telah dirancangnya dalam kehidupan dunia ini.[15]

Kesimpulan
            Sampai sekarang hal ini masih sulit untuk ditentukan apakah/ siapakah yang menahan kedurhakaan itu. Namun dari banyak pendapat yang ada, termasuk ketempat pendapat di atas, saya lebih setuju pada pendapat yang ketiga. Tepatnya dengan penjelkasan Warren W. Wiersbe sendiri, yaitu Roh Kudus-lah yang menahan kedurhakaan itu. Dan bukan berarti Roh Kudus kelak akan diangkat dan meninggalkan dunia, tetapi hal itu berarti Roh Kudus tidak lagi menahan seperti yang masih dilakukan sekarang.


[1] Kedurhakaan berarti anti Kristen, pemberontakan/ perlawanan terhadap Allah yang luar biasa yang disengaja. Bahkan dikatakan bahwa oknum ini memperlakukan diri seperti Allah dan menuntut dirinya disembah. Kedurhakaan juga dapat berarti anti-social, anti-law, anti-God movement, yang sangat besar pengaruhnya bagi sekitar, baik itu menjadikan adanya atheis, hunamis, dan extreme.
[2] Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus Yang Sulit, (Malang: SAAT, 2001), 251
[3] Dr. Paul Ellingworth & Dr. Eugene A. Nida, Pedoman Penafsiran Alkitab: Surat-surat Paulus kepada Jemaat di Tesalonika, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia & Yayasan Karunia Bakti Budaya Indonesia, 2001), 109-111
[4] Ibid, Dr. Paul Ellingworth & Dr. Eugene A. Nida, Pedoman Penafsiran…, 110
[5] John Stott, The Gospel and The End of Time: The Message of 1&2 Thesselonians, (Illinois: Intervarsity Press, 1991), 169-170
[6] Ibid, Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus…, 252
[7] Charles, A. Wanameker, New International Greek Testament Commentary: Commentary on 1&2 Thessalonians, (Michigan: William B. Eerdmans Pub. Co., 1990), 250
[8] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru Vol. 3, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 150
[9]  Ibid, Charles, A. Wanameker, New International Greek.., 250
[10] Ibid, Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus…, 252
[11] Ibid, John Stott, The Gospel and The End…, 170
[12] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 2, (Bandung: yayasan Kalam Hidup, 1999), 355-356
[13] Warren W. Wiersbe, Bersiap-sedia Di Dalam Kristus, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), 134
[14] Rahasia adalah hal yang tersembunyai dan menunjukkan adanya tujuan Allah di dalamnya. F.F. Bruce, Word Biblical Commentary Vol. 45: 1&2 Thessalonians, (Texas: Word Books Pub., 1982), 170
[15] Ibid, Charles, A. Wanameker, New International Greek.., 251

No comments:

Post a Comment