Monday, October 4, 2010

Freedom of The Will


 
Pendahuluan
            Kehendak bebas merupakan salah satu tema yang sangat menarik untuk diperhatikan. Banyak sekali aspek di sekitarnya yang dapat sebagai dasar untuk mendukung hal itu. Namun di sisi lain, ada juga batasan-batasannya. Jika hal ini tidak diperhatikan, hal ini akan menjadi suatu hal yang tampak berkontradiksi dengan pengertian-pengertian penting yang lain, seperti hal yang berkaitan dengan predestinasi, kedaulatan Allah dan keberadaan manusia yang telah jatuh dalam dosa.

A. Kehendak Bebas secara Umum
Kehendak bebas merupakan karakteristik dari pada keberadaan manusia, yaitu kemampuan untuk membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang apa yang akan dilakukannya. Hal ini merupakan bagian yang penting di dalam keberadaan manusia sebagai ‘the image of God’, karena kehendak adalah suatu alat dimana dengannya seseorang dapat memilih.[1]
            Ada beberapa pandangan secara umum yang menyatakan hal-hal mengenai kehendak bebas[2]:
1.   Kehendak bebas dapat didefinisikan dengan suatu kemampuan manusia untuk membuat pilihan-pilihan tanpa ada prasangka sebelumnya tentang suatu hal yang akan diputuskannya tersebut. Karena kehendak bebas hanya dapat dilakukan dalam posisi netral, tanpa kecenderungan/ pengaruh apapun. Dalam hal ini berarti sama sekali juga tidak ada unsur paksaan, baik dari luar maupun dari dalam.
2.   Kehendak bebas yang ada pada manusia bukan berarti suatu hal yang membatasi kedaulatan Allah. Allah tetap berkuasa penuh untuk mengontrol segala peristiwa dan situasi yang mendahului pilihan manusia, sehingga tetap Allah-lah yang paling menentukan semua yang dilakukan oleh manusia. Karena jika muncul pemikiranbahwa kebebasan manusia berada di luar kedaulatan Allah, pandangan ini akan menjadi suatu hal yang berkontradiksi dengan firman yang menyatakan bahwa segalanya ada di dalam kontrol Allah secara total. Allah yang menentukan segala aktivitas manusia. Namun manusia masih dapat disebut sebagai makluk bebas karena manusia juga dituntut untuk bertanggungjawab atas tindakan yang merupakan pilihannya.
3.   Setiap peristiwa yang akan diambil keputusannya, telah ditentukan hasilnya dahulu. Dalam pernyataan ini, Allah bukanlah pengontrol total. Karena manusia bebas memilih dan bertanggungjawab. Namun dari pengertian ini, tampak bertentangan dengan pernyataan bahwa Allah menguasai secara total semua tindakan manusia. Sehingga relasi antara kedaulatan Allah dan kebebasan manusia merupakan suatu misteri.
4.   Allah memiliki kedaulatan spesifik. Dalam artian, segala hal ada dalam kemahatahuan Allah. Allah tidak menetapkan manusia untuk bertindak dengan cara tertentu seperti makluk yang tidak dapat berpikir dan menantukan sesuatu, tapi Allah yang Mahatahu, telah mengetahui lebih dulu apa yang akan manusia lakukan dalam kebebasannya.  

B. Kehendak Bebas menurut Jonathan Edwards
Definisi tentang kehendak bebas secara umum yang menyatakan bahwa kehendak bebas merupakan keputusan/ pilihan yang dilakukan di dalam posisi netral tersebut tampak kurang tepat. Dalam hal ini, Edwards menyatakan pendapatnya bahwa merupakan suatu ketidakmungkinan bagi manusia untuk menentukan sesuatu dalam posisi netral atau tanpa adanya suatu inklinasi sebelumnya. Karena dengan ada di dalam posisi netral, sama saja manusia menentukan/ memilih sesuatu tanpa adanya alasan, semata-mata terjadi secara spontan. Hal itu berarti manusia tidak memiliki signifikasi moral karena pemilihan tidak didasarkan dari penilaian baik dan buruk.[3]
Namun, di balik kebebasan yang ada pada manusia juga dituntut suatu tanggung jawab.[4] Keberadaan manusia di dalam dosa membuat manusia tidak mampu hidup di dalam hukum Allah, sehingga manusia memerlukan pembaharuan. Dengan kekuatan yang dari Allah, manusia mampu untuk menerima atau menolak kehendak bebasnya yang metafisik itu sesuai dengan kehendak Allah.
            Hubungan antara kehendak manusia dengan kehendak Allah ini hanya dapat diharmonisasikan dengan adalah anugerah dari Allah sendiri. Karena keterbatasan manusia karena dosa membuatnya dapat membuat kasalahan antara moral dan metafisik.
            Permasalahan yang kedua adalah adanya hubungan antara kebebasan dengan rasionalitas. Jika manusia tidak mempunyai inklinasi/ keinginan/ motivasi, apakah mungkin baginya untuk membuat suatu pilihan? Jika kehendak mutlak netral, seseorang tidak akan mungkin dapat menentukan suatu pilihan.
            Kehendak merupakan pemilihan akal, dengan kata lain sebelum seseorang membuat pilihan moral, ia harus mempunyai pengertian tentang apa yang akan dipilihnya itu, karena pengertian merupakan hal yang berperan penting dalam mengambil keputusan. Seleksi seseorang bergantung pada apa yang disetujui/ ditolak oleh akal. Akal tersebut yang membentuk inklinasi dan motivasi, Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa jika akal tidak terlibat, berarti seseorang mengambil keputusan tanpa adanya moral, karena moral berarti menentukan pilihan berdasarkan alasan-alasan yang ada, bukan pemilihan spontanitas.
Definisi lain tentang kehendak bebas adalah: suatu kemampuan untuk memilih apa yang dikehendaki. Dengan kata lain, keinginan manusia merupakan dasar dari suatu pilihan. Di mana keinginan sangat berperan dalam memberikan alasan dan motivasi bagi seseorang untuk menentukan pilihan. Kehendak bebas bagi Edwards bukan berarti melakukan sesuatu tanpa adanya motivasi, bahkan dengan lebih tegas ia mengatakan bahwa yang menjadi dasar untuk menentukan adalah motivasi yang kuat. Karena motivasi merupakan sesuatu yang dapat menggerakkan pemikiran.[5]
            Seseorang tidak hanya bebas untuk memilih apa yang dikehendakinya, tetapi juga harus memilih apa yang dikendakinya agar dapat menentukan pilihan, karena kehendak selalu memilih menurut inklinasi yang terkuat pada saat itu. Dengan demikian, setiap pilihan adalah bebas dan pilihan adalah hal yang telah ditentukan. Tampak adanya suatu kontradiksi dalam pernyataan ini. Kata ‘menentukan’ bukan berarti paksaan, melainkan adanya motivasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang ditentukan oleh keinginannya. Setiap keputusan yang dibuat didasarkan oleh alasan.[6]
            Pada kenyataannya, pengambilan keputusan merupakan hal yang kompleks bagi setiap orang, karena ada begitu banyak variasi/ pilihan yang diperhadapkan. Di samping itu, manusia adalah makluk yang mempunyai banyak keinginan, hal ini membuat sering munculnya motivasi-motivasi yang berbeda dan bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
            Tampak ada sesuatu yang paradoks dalam keberadaan manusia di sini, yaitu antara kebebasan dan penentuan. Manusia berada dalam keadaan bebas untuk menentukan pilihan dan melakukan sesuatu atas dirinya sendiri.  
            Dalam membicarakan mengenai motif dan alasan sesesorang dalam memilih dan menentukan sesuatu, menurut Edwards, ide tersebut berkaitan dengan psikologi hedonisme dimana manusia tidak lagi bisa menentukan sesuatu untuk dirinya sendiri di dalam keberadaannya kini yangtelah jatuh dalam dosa.[7]  
Penentuan akan apa yang menjadi pilihan tidaklah sama dengan takdir/ determinisme, yang tampak memaksa atau memojokkan manusia untuk memilih dan melakukan sesuatu oleh kekuasaan/ kekuatan yang berasal dari luar dirinya. Hal itu berarti ada sesuatu yang membatasi pilihan manusia, sedangkan apa yang berasal dari luar merupakan hal yang bertentangan dengan apa yang dari dalam diri sendiri.
Dalam keberadaannya, manusia mempunyai kemampuan natural dan kemampuan moral yang menyangkut akan pilihan, Edwards dengan jelas membedakan kedua hal itu. Kemampuan natural adalah hal yang berkaitan dengan kemampuan yang ada pada manusia sebagai natur dari keberadaannya, seperti kemampuan untuk berpikir, melihat, berjalan, termasuk menentukan pilihan. Namun ada juga beberapa kemampuan yang tidak dimiliki, namun yang lain memilikinya.[8]
Kehendak yang merupakan karunia dari Allah tersebut diberikan pada manusia bersama dengan kemampuan-kemampuan lainnya yang dapat mendukungnya untuk menentukan pilihan, yaitu akal dan kehendak.
Keberadaan manusia yang telah jatuh di dalam dosa sangat mempengaruhi bagaimana ia menginginkan sesuatu. Manusia tetap memiliki kebebasan natural, yaitu kuasa untuk bertindak sesuai dengan keinginannya, namun manusia telah kehilangan kebebasan moral, yaitu hal yang menyangkut disposisi, kecenderungan dan keinginan terhadap kebenaran. Karena pada saat menusia jatuh dalam dosa, manusia telah kehilangan kerinduan akan Allah, sehingga ia juga kehilangan kemampuan moral untuk memilih Kristus. Sehingga walaupun setiap orang Kristen mempunyai semacam keinginan dalam hatinya untuk taat pada Kristus, namun keberdosaan membuat keinginan untuk berbuat dosa lebih besar dari pada taat pada Kristus. Jika keinginan manusia untuk taat itu lebih besar, maka manusia tidak akan pernah berbuat dosa.

C. Kehendak Bebas menurut Agustinus
            Pada dasarnya, Agustinus memiliki pemikiran yang sama dengan Edwards. Manusia yang jatuh dalam dosa bukan berarti kehilangan kemampuan untuk memilih. Orang berdosa tetap memiliki kemampuan untuk memilih apa yang diinginkannya. Namun keinginannya telah dicemari oleh dosa, maka kebebasan tidak lagi sama dengan mereka yang bebas dari pencemaran. Ketidakbebasan mereka adalah dalam kondisi moral yang terbelenggu. Hal ini berkaitan dengan adanya dosa asal.
            Dalam pemikiran Agustinus, segala hal yang merupakan kemampuan manusia berkaitan dengan status keberdosaannya. Seperti bagan ini:[9]
Sebelum kejatuhan manusia
Setelah kejatuhan manusia
Manusia setelah kelahiran baru
Manusia setelah dimuliakan
Mampu berdosa
Mampu berdosa
Mampu berdosa

Mampu untuk tidak berdosa

Mampu untuk tidak berdosa
Mampu untuk tidak berdosa

Tidak mampu untuk berdosa





Tidak mampu untuk berdosa

            Sekarang, dalam keberdosaan manusia tetap memiliki kehendak bebas. Namun manusia telah kehilangan kemerdekaan. Dalam artian kemerdekaan agung dalam kebebasan dan kuasa untuk memilih Kristus sebagai bagian dari kehidupan manusia. Untuk penerimaan Kristus ini diperlukan adanya Roh Kudus yang mengubahkan hati manusia.[10] Dari hal ini dapat dilihat kejelasan perbedaan antara kemampuan alamiah dan kemampuan moral.

D. Analisa
            Kedaulatan Allah dapat diartikan bahwa Ia adalah berkuasa, absolut dan tidak bersyarat, tidak tergantung pada ciptaan-Nya yang terbatas. Ia yang menetapkan seluruh jalannya alam dan memimpin sejarah mulai dari hal yang terkecil. Ketetapan-Nya bersifat kekal dan tidak berubah. Ia tahu apa yang akan terjadi, namun semuanya itu tetap tidak mempengaruhi ketetapan-Nya. Kedaulatan-Nya yang mengatur kehidupan. Sama sekali tidak ada yang dapat terjadi di luar kehendak-Nya.
            Allah tidak hanya Pencipta dan Pemilik alam semesta, melainkan juga memberi pengaruh dan memerintah kehidupan (Kis 4:24-28). Di dalam berbagai kekalahan dan ketidakkonsistenan yang ada di dalam kehidupan manusia, ada dalam kontrol Allah. Bahkan perbuatan dosa manusia dapat terjadi dengan ijin-Nya, karena kejahatan hanya ada seturut ijin-Nya. Jika Ia mau, Ia juga dapat melenyapkannya.[11]
            Semula Allah menciptakan manusia sebagai ciptaan yang bermoral, berbeda dengan ciptaan yang lain. Namun, dosa yang menciptakan keterpisahan rohani dengan Allah berdampak pada kehencuran manusia secara menyeluruh, termasuk kerusakan moral. Manusia dengan segala kehancurannya tidak mampu lagi untuk dapat melakukan kebenaran, sehingga Allah-lah yang harus mengambil inisiatif untuk membayar hukuman bagi manusia dan mangembalikannya ke dalam kekudusan dan kebenaran. Atas kedaulatan-Nya, Ia memilih manusia untuk diselamatkan. Tetapi hal ini bukan berarti manusia kembali seperti keberadaannya semula, karena manusia tetap kehilangan moralnya.[12]

Kesimpulan
            Kehendak merupakan kemampuan alamiah yang diberikan Tuhan sebagai anugerah Allah pada manusia untuk membuat pilihan di dalam hidupnya. Akal dan kehendak merupakan hal yang ada pada manusia yang digunakan untuk memutuskan keputusan moral. Hal ini sangat berkait karena adanya keberadaan manusia yang telah kehilangan kemampuan moral. Kamampuan manusia untuk tidak berbuat dosa telah hilang. Hati, sebagai pusat hidup manusia adalah salah satu yang turut menentukan keinginan manusia.
            Setiap orang dalam memilih dan menentukan sesuatu pastilah mempunyai alasan mengapa ia mamilih hal tersebut di antara banyak hal yang lain. Karena suatu pilihan tidak akan mungkin terjadi tanpa suatu alasan. Suatu ketidakmungkian bagai suatu keputusan dengan posisi netral. Segala pilihan dapat terjadi dengan segala pemikiran, pertimbangan dan pengertian akan suatu hal sebelumnya.
            Selama manusia mempunyai moral, maka dibutuhkan suatu keinginan untuk melahirkan kemempuan moral tersebut. Karena kemampuan moral-lah yang dapat menuntun seseorang untuk berbuat apa yang baik. Sehingga, dituntut bagaimana manusia mampunyai suatu keinginan terhadap sesuatu untuk dapat menuntunnya kepada sesuatu.
            Pilihan atas hidup bersama dengan Kristus juga merupakan hal yang tidak mungkin bagi orang berdosa yang telah kehilangan kemampuan moral. Sehingga hanya Roh Kudus-lah yang dapat menolong manusia untuk bisa membuka diri dan menerima Kristus.   
            Kebebasan manusia dalam menentukan dan memutuskan sesuatu adalah suatu hal yang disertai dengan tanggung jawab atas pilihan tersebut. Namun melalui pernyataan ini, bukan berarti selama manusia belum jatuh dalam dosa manusia tidak memiliki tanggung jawab.
            Kebebasan manusia ini mutlak ada di bawah kedaulatan Allah. Allah yang berkuasa atas ciptaan-Nya berhak penuh untuk mengetahui dan memimpin segala sesuatunya. Manusia yang bebas tetap ada di dalam rencana Allah, dalam pengetahuan-Nya dan di dalam kebijaksanaann-Nya. Seandainya apa yang menjadi pilihan manusia merupakan suatu hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, Allah yang Mahakuasa tetap mampu menggunakan kesalahan tersebut di dalam kuasa-Nya untuk tetap berada di dalam rancangan-Nya.



DAFTAR PUSTAKA
Basinger, David & Randall, Predestinasi & Kehendak Bebas, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia), 1995
Boettner, Loraine, Reformed Faith, (Surabaya: Momentum), 2000
Brown, Colin Christianity & Western Thought Vol. 1, (Illinois: InterVarsity Press) 1990
Ferguson, Sinclair B. & David F. Wright, New Dictionary of Theology, (Illinois: InterVarsity Press), 1988
Lane, Tony, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 2001
Sproul, R.C. Kaum Pilihan Allah, (Malang: SAAT), 2000
Sproul, R.C. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, (Malang: SAAT), 2000



[1] Sinclair B. Ferguson & David F. Wright, New Dictionary of Theology, (Illinois: InterVarsity Press, 1988)
[2] David & Randall Basinger, Predestinasi & Kehendak Bebas, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1995), 6-10
[3] R.C. Sproul, Kaum Pilihan Allah, (Malang: SAAT, 2000), 47
[4] Colin Brown, Christianity & Western Thought Vol. 1, (Illinois: InterVarsity Press, 1990), 274
[5] Ibid, Colin Brown, Christianity & Western…, 276
[6] Ibid, R.C. Sproul, Kaum Pilihan…, 48
[7] Ibid, Colin Brown, Christianity & Western…, 275
[8] Ibid, R.C. Sproul, Kaum Pilihan…, 55
[9] Ibid, R.C. Sproul, Kaum Pilihan…, 59
[10] R.C. Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, (Malang: SAAT, 2000), 241
[11] Loraine Boettner, Reformed Faith, (Surabaya: Momentum, 2000), 9-21
[12] Ibid, Loraine Boettner, Reformed Faith, 21

1 comment:

  1. Casino Site, Games & Online Gaming - Lucky Club
    Lucky Club is an online gambling site with luckyclub.live a focus on providing users with a wide range of casino games, including blackjack, live dealer,

    ReplyDelete