Monday, October 4, 2010

Freedom of The Will


 
Pendahuluan
            Kehendak bebas merupakan salah satu tema yang sangat menarik untuk diperhatikan. Banyak sekali aspek di sekitarnya yang dapat sebagai dasar untuk mendukung hal itu. Namun di sisi lain, ada juga batasan-batasannya. Jika hal ini tidak diperhatikan, hal ini akan menjadi suatu hal yang tampak berkontradiksi dengan pengertian-pengertian penting yang lain, seperti hal yang berkaitan dengan predestinasi, kedaulatan Allah dan keberadaan manusia yang telah jatuh dalam dosa.

A. Kehendak Bebas secara Umum
Kehendak bebas merupakan karakteristik dari pada keberadaan manusia, yaitu kemampuan untuk membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang apa yang akan dilakukannya. Hal ini merupakan bagian yang penting di dalam keberadaan manusia sebagai ‘the image of God’, karena kehendak adalah suatu alat dimana dengannya seseorang dapat memilih.[1]
            Ada beberapa pandangan secara umum yang menyatakan hal-hal mengenai kehendak bebas[2]:
1.   Kehendak bebas dapat didefinisikan dengan suatu kemampuan manusia untuk membuat pilihan-pilihan tanpa ada prasangka sebelumnya tentang suatu hal yang akan diputuskannya tersebut. Karena kehendak bebas hanya dapat dilakukan dalam posisi netral, tanpa kecenderungan/ pengaruh apapun. Dalam hal ini berarti sama sekali juga tidak ada unsur paksaan, baik dari luar maupun dari dalam.
2.   Kehendak bebas yang ada pada manusia bukan berarti suatu hal yang membatasi kedaulatan Allah. Allah tetap berkuasa penuh untuk mengontrol segala peristiwa dan situasi yang mendahului pilihan manusia, sehingga tetap Allah-lah yang paling menentukan semua yang dilakukan oleh manusia. Karena jika muncul pemikiranbahwa kebebasan manusia berada di luar kedaulatan Allah, pandangan ini akan menjadi suatu hal yang berkontradiksi dengan firman yang menyatakan bahwa segalanya ada di dalam kontrol Allah secara total. Allah yang menentukan segala aktivitas manusia. Namun manusia masih dapat disebut sebagai makluk bebas karena manusia juga dituntut untuk bertanggungjawab atas tindakan yang merupakan pilihannya.
3.   Setiap peristiwa yang akan diambil keputusannya, telah ditentukan hasilnya dahulu. Dalam pernyataan ini, Allah bukanlah pengontrol total. Karena manusia bebas memilih dan bertanggungjawab. Namun dari pengertian ini, tampak bertentangan dengan pernyataan bahwa Allah menguasai secara total semua tindakan manusia. Sehingga relasi antara kedaulatan Allah dan kebebasan manusia merupakan suatu misteri.
4.   Allah memiliki kedaulatan spesifik. Dalam artian, segala hal ada dalam kemahatahuan Allah. Allah tidak menetapkan manusia untuk bertindak dengan cara tertentu seperti makluk yang tidak dapat berpikir dan menantukan sesuatu, tapi Allah yang Mahatahu, telah mengetahui lebih dulu apa yang akan manusia lakukan dalam kebebasannya.  

B. Kehendak Bebas menurut Jonathan Edwards
Definisi tentang kehendak bebas secara umum yang menyatakan bahwa kehendak bebas merupakan keputusan/ pilihan yang dilakukan di dalam posisi netral tersebut tampak kurang tepat. Dalam hal ini, Edwards menyatakan pendapatnya bahwa merupakan suatu ketidakmungkinan bagi manusia untuk menentukan sesuatu dalam posisi netral atau tanpa adanya suatu inklinasi sebelumnya. Karena dengan ada di dalam posisi netral, sama saja manusia menentukan/ memilih sesuatu tanpa adanya alasan, semata-mata terjadi secara spontan. Hal itu berarti manusia tidak memiliki signifikasi moral karena pemilihan tidak didasarkan dari penilaian baik dan buruk.[3]
Namun, di balik kebebasan yang ada pada manusia juga dituntut suatu tanggung jawab.[4] Keberadaan manusia di dalam dosa membuat manusia tidak mampu hidup di dalam hukum Allah, sehingga manusia memerlukan pembaharuan. Dengan kekuatan yang dari Allah, manusia mampu untuk menerima atau menolak kehendak bebasnya yang metafisik itu sesuai dengan kehendak Allah.
            Hubungan antara kehendak manusia dengan kehendak Allah ini hanya dapat diharmonisasikan dengan adalah anugerah dari Allah sendiri. Karena keterbatasan manusia karena dosa membuatnya dapat membuat kasalahan antara moral dan metafisik.
            Permasalahan yang kedua adalah adanya hubungan antara kebebasan dengan rasionalitas. Jika manusia tidak mempunyai inklinasi/ keinginan/ motivasi, apakah mungkin baginya untuk membuat suatu pilihan? Jika kehendak mutlak netral, seseorang tidak akan mungkin dapat menentukan suatu pilihan.
            Kehendak merupakan pemilihan akal, dengan kata lain sebelum seseorang membuat pilihan moral, ia harus mempunyai pengertian tentang apa yang akan dipilihnya itu, karena pengertian merupakan hal yang berperan penting dalam mengambil keputusan. Seleksi seseorang bergantung pada apa yang disetujui/ ditolak oleh akal. Akal tersebut yang membentuk inklinasi dan motivasi, Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa jika akal tidak terlibat, berarti seseorang mengambil keputusan tanpa adanya moral, karena moral berarti menentukan pilihan berdasarkan alasan-alasan yang ada, bukan pemilihan spontanitas.
Definisi lain tentang kehendak bebas adalah: suatu kemampuan untuk memilih apa yang dikehendaki. Dengan kata lain, keinginan manusia merupakan dasar dari suatu pilihan. Di mana keinginan sangat berperan dalam memberikan alasan dan motivasi bagi seseorang untuk menentukan pilihan. Kehendak bebas bagi Edwards bukan berarti melakukan sesuatu tanpa adanya motivasi, bahkan dengan lebih tegas ia mengatakan bahwa yang menjadi dasar untuk menentukan adalah motivasi yang kuat. Karena motivasi merupakan sesuatu yang dapat menggerakkan pemikiran.[5]
            Seseorang tidak hanya bebas untuk memilih apa yang dikehendakinya, tetapi juga harus memilih apa yang dikendakinya agar dapat menentukan pilihan, karena kehendak selalu memilih menurut inklinasi yang terkuat pada saat itu. Dengan demikian, setiap pilihan adalah bebas dan pilihan adalah hal yang telah ditentukan. Tampak adanya suatu kontradiksi dalam pernyataan ini. Kata ‘menentukan’ bukan berarti paksaan, melainkan adanya motivasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang ditentukan oleh keinginannya. Setiap keputusan yang dibuat didasarkan oleh alasan.[6]
            Pada kenyataannya, pengambilan keputusan merupakan hal yang kompleks bagi setiap orang, karena ada begitu banyak variasi/ pilihan yang diperhadapkan. Di samping itu, manusia adalah makluk yang mempunyai banyak keinginan, hal ini membuat sering munculnya motivasi-motivasi yang berbeda dan bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
            Tampak ada sesuatu yang paradoks dalam keberadaan manusia di sini, yaitu antara kebebasan dan penentuan. Manusia berada dalam keadaan bebas untuk menentukan pilihan dan melakukan sesuatu atas dirinya sendiri.  
            Dalam membicarakan mengenai motif dan alasan sesesorang dalam memilih dan menentukan sesuatu, menurut Edwards, ide tersebut berkaitan dengan psikologi hedonisme dimana manusia tidak lagi bisa menentukan sesuatu untuk dirinya sendiri di dalam keberadaannya kini yangtelah jatuh dalam dosa.[7]  
Penentuan akan apa yang menjadi pilihan tidaklah sama dengan takdir/ determinisme, yang tampak memaksa atau memojokkan manusia untuk memilih dan melakukan sesuatu oleh kekuasaan/ kekuatan yang berasal dari luar dirinya. Hal itu berarti ada sesuatu yang membatasi pilihan manusia, sedangkan apa yang berasal dari luar merupakan hal yang bertentangan dengan apa yang dari dalam diri sendiri.
Dalam keberadaannya, manusia mempunyai kemampuan natural dan kemampuan moral yang menyangkut akan pilihan, Edwards dengan jelas membedakan kedua hal itu. Kemampuan natural adalah hal yang berkaitan dengan kemampuan yang ada pada manusia sebagai natur dari keberadaannya, seperti kemampuan untuk berpikir, melihat, berjalan, termasuk menentukan pilihan. Namun ada juga beberapa kemampuan yang tidak dimiliki, namun yang lain memilikinya.[8]
Kehendak yang merupakan karunia dari Allah tersebut diberikan pada manusia bersama dengan kemampuan-kemampuan lainnya yang dapat mendukungnya untuk menentukan pilihan, yaitu akal dan kehendak.
Keberadaan manusia yang telah jatuh di dalam dosa sangat mempengaruhi bagaimana ia menginginkan sesuatu. Manusia tetap memiliki kebebasan natural, yaitu kuasa untuk bertindak sesuai dengan keinginannya, namun manusia telah kehilangan kebebasan moral, yaitu hal yang menyangkut disposisi, kecenderungan dan keinginan terhadap kebenaran. Karena pada saat menusia jatuh dalam dosa, manusia telah kehilangan kerinduan akan Allah, sehingga ia juga kehilangan kemampuan moral untuk memilih Kristus. Sehingga walaupun setiap orang Kristen mempunyai semacam keinginan dalam hatinya untuk taat pada Kristus, namun keberdosaan membuat keinginan untuk berbuat dosa lebih besar dari pada taat pada Kristus. Jika keinginan manusia untuk taat itu lebih besar, maka manusia tidak akan pernah berbuat dosa.

C. Kehendak Bebas menurut Agustinus
            Pada dasarnya, Agustinus memiliki pemikiran yang sama dengan Edwards. Manusia yang jatuh dalam dosa bukan berarti kehilangan kemampuan untuk memilih. Orang berdosa tetap memiliki kemampuan untuk memilih apa yang diinginkannya. Namun keinginannya telah dicemari oleh dosa, maka kebebasan tidak lagi sama dengan mereka yang bebas dari pencemaran. Ketidakbebasan mereka adalah dalam kondisi moral yang terbelenggu. Hal ini berkaitan dengan adanya dosa asal.
            Dalam pemikiran Agustinus, segala hal yang merupakan kemampuan manusia berkaitan dengan status keberdosaannya. Seperti bagan ini:[9]
Sebelum kejatuhan manusia
Setelah kejatuhan manusia
Manusia setelah kelahiran baru
Manusia setelah dimuliakan
Mampu berdosa
Mampu berdosa
Mampu berdosa

Mampu untuk tidak berdosa

Mampu untuk tidak berdosa
Mampu untuk tidak berdosa

Tidak mampu untuk berdosa





Tidak mampu untuk berdosa

            Sekarang, dalam keberdosaan manusia tetap memiliki kehendak bebas. Namun manusia telah kehilangan kemerdekaan. Dalam artian kemerdekaan agung dalam kebebasan dan kuasa untuk memilih Kristus sebagai bagian dari kehidupan manusia. Untuk penerimaan Kristus ini diperlukan adanya Roh Kudus yang mengubahkan hati manusia.[10] Dari hal ini dapat dilihat kejelasan perbedaan antara kemampuan alamiah dan kemampuan moral.

D. Analisa
            Kedaulatan Allah dapat diartikan bahwa Ia adalah berkuasa, absolut dan tidak bersyarat, tidak tergantung pada ciptaan-Nya yang terbatas. Ia yang menetapkan seluruh jalannya alam dan memimpin sejarah mulai dari hal yang terkecil. Ketetapan-Nya bersifat kekal dan tidak berubah. Ia tahu apa yang akan terjadi, namun semuanya itu tetap tidak mempengaruhi ketetapan-Nya. Kedaulatan-Nya yang mengatur kehidupan. Sama sekali tidak ada yang dapat terjadi di luar kehendak-Nya.
            Allah tidak hanya Pencipta dan Pemilik alam semesta, melainkan juga memberi pengaruh dan memerintah kehidupan (Kis 4:24-28). Di dalam berbagai kekalahan dan ketidakkonsistenan yang ada di dalam kehidupan manusia, ada dalam kontrol Allah. Bahkan perbuatan dosa manusia dapat terjadi dengan ijin-Nya, karena kejahatan hanya ada seturut ijin-Nya. Jika Ia mau, Ia juga dapat melenyapkannya.[11]
            Semula Allah menciptakan manusia sebagai ciptaan yang bermoral, berbeda dengan ciptaan yang lain. Namun, dosa yang menciptakan keterpisahan rohani dengan Allah berdampak pada kehencuran manusia secara menyeluruh, termasuk kerusakan moral. Manusia dengan segala kehancurannya tidak mampu lagi untuk dapat melakukan kebenaran, sehingga Allah-lah yang harus mengambil inisiatif untuk membayar hukuman bagi manusia dan mangembalikannya ke dalam kekudusan dan kebenaran. Atas kedaulatan-Nya, Ia memilih manusia untuk diselamatkan. Tetapi hal ini bukan berarti manusia kembali seperti keberadaannya semula, karena manusia tetap kehilangan moralnya.[12]

Kesimpulan
            Kehendak merupakan kemampuan alamiah yang diberikan Tuhan sebagai anugerah Allah pada manusia untuk membuat pilihan di dalam hidupnya. Akal dan kehendak merupakan hal yang ada pada manusia yang digunakan untuk memutuskan keputusan moral. Hal ini sangat berkait karena adanya keberadaan manusia yang telah kehilangan kemampuan moral. Kamampuan manusia untuk tidak berbuat dosa telah hilang. Hati, sebagai pusat hidup manusia adalah salah satu yang turut menentukan keinginan manusia.
            Setiap orang dalam memilih dan menentukan sesuatu pastilah mempunyai alasan mengapa ia mamilih hal tersebut di antara banyak hal yang lain. Karena suatu pilihan tidak akan mungkin terjadi tanpa suatu alasan. Suatu ketidakmungkian bagai suatu keputusan dengan posisi netral. Segala pilihan dapat terjadi dengan segala pemikiran, pertimbangan dan pengertian akan suatu hal sebelumnya.
            Selama manusia mempunyai moral, maka dibutuhkan suatu keinginan untuk melahirkan kemempuan moral tersebut. Karena kemampuan moral-lah yang dapat menuntun seseorang untuk berbuat apa yang baik. Sehingga, dituntut bagaimana manusia mampunyai suatu keinginan terhadap sesuatu untuk dapat menuntunnya kepada sesuatu.
            Pilihan atas hidup bersama dengan Kristus juga merupakan hal yang tidak mungkin bagi orang berdosa yang telah kehilangan kemampuan moral. Sehingga hanya Roh Kudus-lah yang dapat menolong manusia untuk bisa membuka diri dan menerima Kristus.   
            Kebebasan manusia dalam menentukan dan memutuskan sesuatu adalah suatu hal yang disertai dengan tanggung jawab atas pilihan tersebut. Namun melalui pernyataan ini, bukan berarti selama manusia belum jatuh dalam dosa manusia tidak memiliki tanggung jawab.
            Kebebasan manusia ini mutlak ada di bawah kedaulatan Allah. Allah yang berkuasa atas ciptaan-Nya berhak penuh untuk mengetahui dan memimpin segala sesuatunya. Manusia yang bebas tetap ada di dalam rencana Allah, dalam pengetahuan-Nya dan di dalam kebijaksanaann-Nya. Seandainya apa yang menjadi pilihan manusia merupakan suatu hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, Allah yang Mahakuasa tetap mampu menggunakan kesalahan tersebut di dalam kuasa-Nya untuk tetap berada di dalam rancangan-Nya.



DAFTAR PUSTAKA
Basinger, David & Randall, Predestinasi & Kehendak Bebas, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia), 1995
Boettner, Loraine, Reformed Faith, (Surabaya: Momentum), 2000
Brown, Colin Christianity & Western Thought Vol. 1, (Illinois: InterVarsity Press) 1990
Ferguson, Sinclair B. & David F. Wright, New Dictionary of Theology, (Illinois: InterVarsity Press), 1988
Lane, Tony, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 2001
Sproul, R.C. Kaum Pilihan Allah, (Malang: SAAT), 2000
Sproul, R.C. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, (Malang: SAAT), 2000



[1] Sinclair B. Ferguson & David F. Wright, New Dictionary of Theology, (Illinois: InterVarsity Press, 1988)
[2] David & Randall Basinger, Predestinasi & Kehendak Bebas, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1995), 6-10
[3] R.C. Sproul, Kaum Pilihan Allah, (Malang: SAAT, 2000), 47
[4] Colin Brown, Christianity & Western Thought Vol. 1, (Illinois: InterVarsity Press, 1990), 274
[5] Ibid, Colin Brown, Christianity & Western…, 276
[6] Ibid, R.C. Sproul, Kaum Pilihan…, 48
[7] Ibid, Colin Brown, Christianity & Western…, 275
[8] Ibid, R.C. Sproul, Kaum Pilihan…, 55
[9] Ibid, R.C. Sproul, Kaum Pilihan…, 59
[10] R.C. Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, (Malang: SAAT, 2000), 241
[11] Loraine Boettner, Reformed Faith, (Surabaya: Momentum, 2000), 9-21
[12] Ibid, Loraine Boettner, Reformed Faith, 21

Ringkasan Buku: Hidup Prima di Usia Senja


Judul Buku               : Hidup Prima di Usia Senja
Pengarang                : Woodrow Kroll & Don Hawkins
Penerbit                    : Yogyakarta, Yayasan Andi, 2001
Jumlah Halaman       : 307 halaman

1. Tolong, Saya Bertambah Tua
Kecenderungan yang ada pada masyarakat saat ini adalah memandang para lanjut usia sebagai orang-orang yang kurang produktif, kurang menarik, kurang energik, mudah lupa, dan kurang bernilai dibandingkan dengan mereka yang masih dalam keadaan prima. Keadaan yang merupakan dataran tanpa kemajuan dan perlahan-lahan meluncur turun masuk ke dalam pengunduran diri. Orang yang ada dalam keadaan tersebut, akan banyak mengalami perubahan, dan hal itu membuat mereka memusatkan diri pada masa lalu.
Penuaan, bukanlah bagian dari ciptaan Allah yang asli. Penuaan adalah bagian dari konsekuensi dari dosa yang dialami secara langsung dan permanen oleh manusia. Namun Allah melihat hal ini dengan suatu perspektif yang berbeda dengan logika manusia, yaitu sebagai suatu kedewasaan/ kematangan hidup bersama-Nya. Bahkan Allah sendiri berjanji untuk tidak meninggalkan umat-Nya sampai masa tua mereka. Oleh karena itu, dalam menghadapi masa tua, haruslah disadari bahwa masa tua adalah bagian kehidupan dalam dunia yang telah jatuh. Dan penuaan adalah proses normal yang dialami oleh setiap orang. Maka, tidak alasan untuk menyebutnya sebagai kekurangan dan dapat membuat putus asa.

2. Masalah-Masalah Kesehatan di Usia Setengah Baya
            Perhatian utama seseorang tentang masalah penuaan tampaknya dikaitkan dengan masalah kesehatan. Hal-hal yang tampak adalah:
1.      Hilangnya indra; baik pendengaran, penglihatan, pengecap, pencium dan hilangnya kecekatan fisik.
2.      Menopause yang dialami oleh wanita, tetapi juga menimbulkan banyak reaksi pada pria.
3.      Perubahan-perubahan dalam penampilan/ bagian-bagian tubuh.
4.      Masalah-masalah sistem tubuh yang memburuk.
5.      Penyakit ringan masa tua. Seperti, jantung, tekanan darah tinggi, radang sendi, kolestrol, dsb.
6.      Penyakit-penyakit kronis, seperti: jantung, kanker, stroke, diabetes, penyakit paru-paru, osteoporosis, dsb.
Hal-hal seperti itu sulit untuk dihindari pada masa setengah baya. Namun ada langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengupayakan kesehatan karena merawat tubuh juga merupakan hal yang harus dilakukan. Hal-hal itu adalah: (1) diet yang sehat, (2) istirahat yang cukup, (3) menghindari hidup statis, (4) melakukan beberapa berubahan gaya hidup, (5) menggunakan kesempatan untuk perbaikan (olah raga).

3. Perubahan-Perubahan Karier di Usia Setengah Baya
            Setiap perubahan yang ada selalu mendatangkan berbagai respon. Entah itu berusaha melawan, atau menjadikannya sebagai suatu kesempatanada di dalam karier. Peubahan-perubahan tersebut adalah: perubahan yang dipaksakan, perubahan yang datang karena kemauan, perubahan yang datang karena kebutuhan, perubahan yang tumbuh karena konflik di tempat kerja. Maka, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu: finansial, keberhasilan, workaholic, dan ketakutan. Semuanya itu akan mempengaruhi emosi.

4. Emosi-Emosi Setengah Baya
            Suatu masa transisi akan membuat seseorang menjadi merasakan suatu rumitnya perubahan. Pikiran yang diliputi oleh kekhawatiran, ketidakpuasan, kesedihan, dsb. Perasaan-perasaan yang sering dialami oleh orang yang ada dalam masa tengah baya adalah; (1) kesedihan  yang merupakan respon emosi terhadap kehilangan, baik hal yang besar maupun hal yang sepele, (2) kemarahan, yang menjadi suatu hal yang sering diekspresiskan. Kemarahan ini berkaitan dengan rasa mempertahankan diri sendiri, (3) depresi, yang merupakan perasan sedih yang mendalam, (4) kesepian, (5) kekhawatiran & ketakutan.
            Perasaan-perasaan yang muncul tersebut hanya dapat ditangkal hanya dengan iman. Katika hati kita pada Tuhan dan percaya kepada-Nya, bukan bersandar pada diri kita sendiri.

5. Perubahan-Perubahan Rohani di Usia Setengah Baya
            Bersamaan dengan proses penuaan, bermunculanlah mitos-mitos yang berlebihan, termasuk pada masalah spiritual yang dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat mencapai pada tempat yang lebih tinggi lagi jika seseorang telah berada di puncaknya.
            Para orang tua menjadi tertarik pada hal-hal rohani. Mereka menyatakan bahwa spiritual adalah hal yang penting dalam hidup mereka. Spiritualitas, dimana seseorang mempunyai hubungan yang penuh semangat di dalam Tuhan, merupakan hal yang menguntungkan juga dalam hal kesehatan. Karena tanpa spiritualitas, seseorang akan menghabiskan energinya untuk mengejar hal-hal yang fana, seperti materialisme atau berpusat pada diri sendiri. Oleh karena itu, tujuan hidup harus telah ada dari awal, yaitu tujuan hidup yang memuaskan. Tujuan hidup yang dapat memuaskan dan juga tepat dengan apa yang kita butuhkan hanya dapat ditemukan di dalam Alkitab, baik itu jawaban-jawaban atas banyak pertanyaan hidup, pencerahan, dan penghiburan. Dan semuanya itu dapat dimulai dengan berdoa.

6. Hubungan-Hubungan di Usia Setengah Baya
            Ada banyak jenis hubungan yang ada, yaitu: ikatan pernikahan, hubungan keluarga dekat, di tempat kerja, dalam masyarakat, dsb. Dalam menjalani kehidupan dengan setiap hubungan-hubungan itu, hanya dapat dijalani dengan baik jika kita berpegang pada firman Tuhan. Karena di dalam firman Tuhan sendiri, dijelaskan bahwa masalah/ konflik yang terjadi di dalam suatu hubungan, hanya dapat disatukan kembali oleh kasih.
            Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia tengah baya juga memberi pengaruh pada hubungan yang sedang dijalaninya. Ada 5 hal yang dapat membuat suatu hubungan tetap sehat: (1) belas kasihan, (2) dorongan, (3) pengampunan, (4) pelayanan, (5) menasihati.

7. Mempersiapkan Keuangan Anda untuk Masa Depan
            Masalah keuangan yang datang bersamaan dengan bertambahnya usia bisa menjadi suatu ancaman. Karena dengan bertambahnya usia, pendapatan mereka kemungkinan akan tetap atau bahkan berkurang. Oleh karena banyaknya hal yang dapat terjadi secara tidak terduga, maka perlu adanya persiapan untuk hari depan. Seperti, perencanaan harta, asuransi kesehatan, asuransi perawatan, dsb. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan hidup dramatis yang datang bersamaan dengan bertambahnya usia, proses finansialpun harus ditangani dengan cerdik.

8. Memilih Lingkungan Tempat Tinggal
            Hal inipun harus diputuskan secara bijaksana. Ada 3 pilihan: (1) tinggal di rumah sendiri, (2) pindah bersama keluarga, (3) pindah ke lingkungan hidup alternatif. Keputusan memang tridak pernah mudah untuk dilakukan, tetapi akan datang saatnya suatu keputusan harus dilakukan, biasanya para pemberi perhatian keluarga yang melakukan hal tersebut. Apapun keputusannya, yang harus terlebih dahulu dilakukan adalah mencari Tuhan, agar Tuhan memberi arahan yang jelas dan menolong mereka untuk menerima keputusan yang tepat itu.

9. Surat Wasiat dan persoalan-Persoalan Lain yang Berkaitan dengan Undang-Undang
            Sumber penghasilan kita adalah milik Tuhan, oleh karena itu segala hal mempunyai konsekuensi, yaitu untuk memuliakan nama Tuhan. Kita tentunya memberikan kepada yang berkuasa apa yang menjadi hak-Nya. Dan kematian adalah suatu kesempatan untuk melakukan banyak hal lagi bagi Tuhan. Namun pada kenyataannya, sedikit orang yang menyadari bahwa mereka dapat menginvestasikannya dalam pekerjaan Tuhan.

10. Bagaimana dengan Orangtua Saya?
            Masa demi masa, hubungan dengan orang tua pasti akan mengalami perubahan yang dramatis. Ada 2 faktor yang kelihatan mendominasi rentang umur dan meminta perhatian lebih besar bagi orang tua yang sudah cukup umur. Salah satunya adalah alzheimer. Oleh karena itu, sebuah keluarga harus memberikan perhatian ekstra pada mereka. Dan ada 3 pertanyaan yang dapat menolong kita dalam membantu mereka, yaitu: (1) bagaimana keadaan mereka? (2) apa yang mereka butuhkan? (3) apa yang akan mereka lakukan?
            Perlu untuk membicarakan bagaimana perasaan yang ada pada mereka dan apa yang sekiranya dapat dilakukan. Tujuannya adalah untuk menghormati harga diri mereka, keinginan dan kebebasan untuk melakukan segala sesuatu di mana kami dapat melindungi mereka secara fisik dan lain-lainnya.

11. Ikatan Keluarga
            Dibutuhkan kebijakan untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dalam memberi perhatian kepada orang tua saat mereka bertambah tua. Walaupun Alkitab mengatakan dengan jelas dan spesifik tentang beberapa hal yang berhubungan dengan memberikan perhatian kepada orang tua kita. Akan tetapi tidak ada ayat yang memberi tahu kita untuk menempatkan mereka di fasilitas peristirahatan atau panti jompo. Alkitab menjelaskan bahwa Tuhan mengaharapkan kita  untuk merawat anggota keluarga kita.
            Beberap alangkah praktis yang dapat dilakukan: (1) memberikan perhatian penuh, (2) penting untuk dapat mengenali variasi wajah orang tua kita, (3) memilih untuk memaafkan dalam beberapa kesalahan mereka, (4) mencari nasihat yang bijak, (5) melibatkan pengenalan nilai Allah dalam kebijaksanaan usia, (6) berdoa saat membuat keputusan sulit. Yang paling penting adalah kasih dan rasa hormat melalui kontak pribadi yang teratur dengan mereka, akan memberikan rasa tanggung jawab yang diberikan Tuhan.

12. Alzheimer tahap 1: Momok Usia lanjut
            Alzheimer adalah suatu kerusakan otak yang disinyalir menyebabkan kegagalan ingatan, pemikiran yang tidak terorganisir, dan kemunduran mental dan emosional. Penyakit ini adalah bagian dari penuaan. Penyakit ini lebih serius dari pada kelalaian, bahkan merupakan gangguan pikiran dan akal pada orang yang berusia lanjut. Hal ini akan berkembang menjadi masalah tingkah laku, yaitu kegelisahan, berteriak-teriak, gangguan tidur, mengembara jauh dan mengganggu usaha perawatan mereka.
            Alzheimer juga mangiatkan kita bahwa hidup tidak di bawah kendali kita sama sekali. Bahkan kita harus belajar mengatur diri sendiri di dalam Tuhan sebagai tempat bergantung.

13. Alheimer Tahap 2: Memberi Perhatian dan Mengatasi
            Ada beberapa hal yang harus diingat untuk meresponi setiap hal yang mereka lakukan: (1) jangan melawan, (2) jangan mencoba membantah alasan, (3) jangan menawarkan penjelasan yang rumit, (4) cobalah alihkan perhatian pasien, (5) duplikasikan benda-benda yang mungkin hilang.

 

Akhirnya Tiba di Rumah

            Bagi orang kristen, hidup adalah suatu perjalanan. Kita mulai dari tidak bisa berjalan, kemudian kita belajar berlari. Setelah itu kita belajar sedikit mengurangi kesepatan, dan akhirnya kita mencapai ujung perjalanan kita di dunia.
            Banyak orang memandang kematian sebagai suatu hal yang menakutkan. Sesangkan Allah melihatnya sebagai sesuatu yang diharapkan. Perspektif kita tentang maut dan perspektif kita tentang Tuhan, akan mempengaruhi apakah maut itu dapat kita tanggung atau tidak.

Kesimpulan

            Ada banyak hal yang menjadi pemacu emosi/ perasaan para usia tengah baya dan usia lanjut. Baik itu hal fisik, konsep hidup dan hal-hal yang telah terjadi pada masa lalunya. Persaan itu tidak hanya menjadi suatu perasaan yang tidak mengenakan bagi mereka, tetapi menjadi suatu hal yang terus menekan perasaan mereka sepanjang hari. Bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Maka, orang-orang yang ada di sekitar merekapun haruslah dapat mengetahui hal-hal ini dan mendukung mereka agar mereka dapat terus bertahan selama mereka menghadapi hal tersebut. Baik untuk mengubah atau mempertahankan konsep diri yang sudah ada pada mereka, untuk menolong mereka dalam keadaan fisik yang tidaklah memungkinkan untuk melakukan segala sesuatunya sendiri, masalah emosi, pekerjaan, kesehatan, atau masalah-masalah kepemilikan dan hal-hal lain yang mereka hadapi. Memang tidak mudah untuk dapat mengerti perasaan mereka dan menghadapi mereka. Namun, mereka sangat membutuhkan pengertian dan dukungan dari orang lain, terutama keluarganya sendiri. Jadi, sungguh menjadi suatu hal yang paling menyakitkan bagi mereka jika keluarga sendiri tidak mau mencoba untuk mengeri mereka, bahkan ‘membuang’ mereka ke tempat alternatif dengan berbagai alasan. Dan pada kenyataannya, banyak orang melakukan itu pada keluarga mereka yang telah lanjut usia.